Dede Supriyatna membincang Dedik Priyanto
Ternyata, Ia penggemar Bola
Oleh Dede Supriyatna*
Kala berjumpa dengannya entah itu langsung atau di FB, ia acapkali berbicara tentang bola atau lebih tepatnya sepak bola. Mungkin, apabila diberikan kesempan, ia tak lagi sungkan untuk menerima dengan senang hati menjadi komentator bola, apalagi untuk komentator salah satu klub kesayanganya.
Gara-gara bola juga, ia pernah mendapat balasan oleh salah satu temanya dalam guyunan, waktu itu, awal saya bersamanya menghabiskan malam di warung angkringan yang terletak depan UIN Jakarta.
Memang jauh sebelumnya, saya sempat berkenalan melalui sebuah tulisan, ia menulis tentang sebuah jawaban terhadap opini yang pernah saya muat dalam terbitan Tabloid INSTITUT, atau bahasa tepatnya, ia mengkritik opini saya, jika ingin ingin tahu apa yang dikritik silahkan klik di sini atau kunjungin catatanya di FB Dedik Priyanto.
Iya, ia adalah Dedik Priyanto dan kesan awal mulanya terhadapnya, ia merupakan seorang yang serius, pemikir, apalagi melihat dari segi fisiknya yang bertubuh besar dengan memakai kaca mata, belum lagi ulasanya yang membawa para pemikir semodel Gramsci, dengan imbel-imbel intelektual organik, ideologi untuk penguat argumentasinya.
Belum lagi, sesuatu yang menjadikan semakin penguat pandangan saya terhadapnya, yakni sebuah pengakuan dirinya, bahwa dia adalah "Penulis Menyukai kopi dan diskusi. Menggiati Sosial kebudayaan di Piramida Circle Jakarta sembari kongkow di Tongkrongan Sastra Senjakala."
Oh, ternyata di balik semuanya, ia merupakan penggemar bola atau bisa dikatakan orang yang gila sama bola. Hal tersebut diperlihatkan dalam beberapa hari ini setelah pertemuaan pertama di warung angkringan.
Ia menghubungi lewat SMS, dan maksud dari pesan itu, bahwa ada undangan untuk www.angkringanwarta.com.
Singkat cerita, ia datang ke kosan saya tengah malam dengan tujuan menyerahkan sebuah undangan tersebut, yakni sebuah undangan untuk acara "Malam Budaya, Rakyat Merdeka" yang bertempatkan di Balai Sudirman.
Waktu itu, tepatnya dua hari yang lalu.
Dan tak hanya sebuah undangan yang ia bawa, ia juga membawa sesuatu yang mengendap dalam tempurungnya dan ingin dimuntahkan dalam bentuk ucapan, perihal artikel analisis tentang bola. Dalam artikel tersebut, dikumukakan kurang lebih, "Suatu saat orang-orang yang bertikai bukan lagi antar spoter daerah semisal Bandung dan Jakarta, atau Malang, atau Surabaya, atau yang lain.
Tapi, yang berkelahi adalah antar fans club, dan hal tersebut pernah menimpa saya, meskipun tidak secara fisik. Waktu itu, saya sedang menonton pertandingan sepak bola, dalam pertandingan tersebut adalah kedua klub yang saling bermusuhan atau bisa dikatakan musuh bubuyutan, jika keduanya bertemu tak ayal pertandingan akan berjalan secara kasar dan hujan kartu.
Saat saya menyaksikan di Warung Kopi (Warkop) tiba-tiba berdatangan para pencinta klub yang berbeda denga saya, habislah saya diledek. Selanjutnya ia mencontohkan semisal seorang datang menonton bola dengan memakai kaos dari musuh bubuyutannya. Setalah pertandingan usai dan skor akhir pertandingan dimenangkan oleh tim pengguna kaos tersebut, lalu apa kira-kira yang akan terjadi?
Tak hanya itu, ia terus saja berbicara tentang bola dan klub idolanya, hinga teradapat seorang yang merasa diasingkan karena bisa dikatakan ia tak suka bola.
Berbicara tentang bola, terlampau banyak hal yang bisa menjadi penyebabnya, gara-gara bola juga ia berhasil menulis dan menjadikan sebuah buku, para politikus berperang, Indonesia berteriak nasionalis, Sindhunata menulis bola, begitu pula dengan Abdurahman Wahid atau biasa dipanggil Gus Dur, dan karena bola tawuran terjadi, Raja minyak berdatangan untuk membeli saham klub.
Dan tak luput ketinggalan Iwan Fals pernah menyanyi tentang bola, salah satunya adalah "Mereka Ada Di Jalan" sebuah lagu yang menunjukan status sosial, sebagaimana terdapat dalam liriknya
.................
.................
.
................
.
................
Tiang gawang puing-puing
Sisa bangunan yang tergusur
Tanah lapang hanya tinggal cerita
Yang nampak mata hanya para pembual saja
Anak kota tak mampu beli sepatu
Anak kota tak punya tanah lapang
Sepak bola menjadi barang yang mahal
Milik mereka yang punya uang saja
Dan sementara kita di sini
Di jalan ini
..............
...........
Satu hal lagi, gara-gara bola anak-anak hanya bisa bermain di dunia PS atau melihat pertandingan sepak bola, sebab tak ada tanah lapang untuk dijadikan tempat permainan bola.
*Penulis adalah penyuka kopi, rokok dan keduanya akan terasa lebih nikmat, jika dinikmatinya sambil nongkrong. Tambahan ditunggu kritikannya kembali.
NB: Dede Supriyatna adalah pemuda berbahaya, pemilik portal citizen jurnalisme angkringanwarta.com, mantan ketua UKM LPM Insititut UIN Syahid Jakarta, dan aktivis dan wartawann muda berbakat. Terima kasih udah nulis buat saya.
link tulisan: http://www.angkringanwarta.com/2012/01/ternyata-ia-penggemar-bola.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar