Tendang, Terjang, Hadang

Sabtu, 07 April 2012

Narasi Pilu Lelaki Portal Busway

Pekat sudah memenuhi langit. Titik air mulai berjatuhan, membasahi aspal yang mengeluarkan asap karena sedari siang terik begitu menyengat. Tak ayal, beberapa pedagang bergegas merapikan tempat dagangannya. Selang beberapa menit, mereka berhamburan dan menepi di sekitar jembatan SMK 46 Pejaten. Bergabung dengan beberapa pengendara yang sudah terlebih dahulu meneduhkan motornya di bawah jembatan.



Begitu halnya dengan Adang (39 th), lelaki yang sejak tahun 90-an sudah berjualan siomay di sekitar tempat tersebut. “Kalau hujan seperti ini, ya kita menepi, Mas, daripada dagangan saya kena hujan,” tuturnya. Seketika itu pula jalanan menjadi agak lengang. Hanya mobil-mobil dan beberapa motor yang masih melaju di tengah guyuran hujan. Kebanyakan mamilih untuk berhenti, berteduh di pinggir-pinggir jalan.

“Lihat, hujan deres begini, tapi orang itu terus saja berdiri,” tunjuk Adang kepada seorang laki-laki berbaju biru yang berada di samping portal Busway. Pria yang beristrikan perempuan dari kota Madiun ini menjelaskan bahwa lelaki itu adalah para penjaga portal Busway yang tiap pagi dan sore hari bertugas untuk membuka dan menutup portal Busway.

Lelaki yang disebut bapak Adang tadi bernama Adit (37 th), seorang penjaga portal Bus Transjakarta Koridor VI (Ragunan-Dukuh Atas) yang sudah hampir setahun ini bekerja sebagai seorang Portal Security. Tugasnya yang terpenting adalah memastikan tidak ada pengendara yang menerobos jalur busway dan melempangkan jalan bus Transjakarta untuk bisa tepat waktu.

Selama bekerja, Adit hanya dibantu dengan topi dan rompi berwarna oranye muda untuk melindungi diri. Panas dan hujan menjadi teman yang tiap hari menyatroni. Cuaca di Jakarta yang kerap berubah-ubah seringkali menjadi penghalang bagi dirinya dalam bekerja. Apalagi tidak diperbolehkan untuk meninggalkan pos dalam jam kerja yang telah disepakati.

Penjagaaan itu dimulai pada jam-jam macet, yakni pada pagi hari pukul 06.00 hingga pukul 11.00 WIB. Sedangkan shift kedua sore hari, dan dimulai pukul 16.00-21.00 WIB. Tepat ketika orang mulai pergi dan pulang dari kerja. Sebelum bertugas, ia pun harus apel pagi di Ragunan untuk diberi pengarahan terlebih dahulu. Ruinitas itu dilakukannya tiap hari.

Soal terobos menerobos jalur Busway ini, Adit bercerita bahwa tidak hanya para pengendara biasa saja yang acapkali melanggar jalan. Banyak pula para petugas memberikan contoh buruk. “Biasanya mereka berdalih untuk tugas, Mas,” tuturnya. Bahkan tak jarang pula para petugas ini mengacungkan pistol jika portal tidak dibuka, seperti beberapa kali terjadi.

Risiko yang begitu besar juga kerap membayangi sebagai orang yang hidup di jalanan. Tak jarang pula ia keserempet stang motor yang memaksa masuk ke jalur Busway. Belum terhitung gaji yang didapatkan dari pekerjaan ini bisa dikatakan belum memadai untuk memenuhi kebutuhan istri dan satu anaknya yang masih kecil.

“Gaji?” tanya Adit sembari tersenyum,”pokoknya cukuplah buat anak. Makanya isteri juga kerja,” imbuhnya. Tiap bulan, ia juga mendapatkan insentif berupa bonus duit, dan jaminan sosial berupa kartu kesehatan. Hal yang tidak didapatnya ketika dulu bekerja di sebuah restoran di daerah Bekasi.

Jalanan yang membujur panjang dari Ragunan, Pejaten, Mampang menuju kota ini memang terkenal sebagai salah satu titik macet. Kebanyakan adalah para pengendara motor ataupun kendaraan pribadi, serta beberapa angkutan yang melintasi. Adanya jalur Busway, tampaknya belum begitu menolong untuk mengurangi kemacetan di Jakara Selatan.

“Ditambah pula ada portal, ‘kan. Macet pula. Makin lama jarak tempuh kita ini,” keluh Pria berbaju kotak di depan kemudi P.20 jurusan Lebak Bulus-Pasar Senen ini, sesaat setelah ia membelokkan arah busnya, kala menerobos jalur Busway.

Banyak yang kesal dengan penutupan jalur Busway ini. Para pengendara ini biasanya memanfaatkan jalur busway yang kosong untuk mempercepat jarak tempuh ke tempat tujuan. Hal ini turut mengurangi kemacetan. “Jadi tidak numpuk kayak gini,” tutur sopir itu menggerutu.

Senada dengan sopir bus itu, Abdullah Nuri, seorang aktivis di sebuah lembaga zakat yang kantornya berada di Mampang berseloroh,”Kalau pemerintah serius, harusnya ia tidak mengorbankan kita para pengguna jalan.” Ia yang tiap hari harus memakai jasa bus melewati Jalanan Warung Buncit Raya ini, menuturkan penutupan jalur Busway ini memiliki dua sisi yang kerap berbenturan. Yaitu Bus Transjakarta bisa melaju terus, namun kemacetan makin menggila.


Menurutnya, pemerintah harusnya serius dalam menata jalur transportasi ini. Adanya jalur Busway harusnya menjadi solusi. Bukan menambah macetnya jalanan karena semakin mempersempit jalan yang ada, karena mengambil hampir separuh ruas jalanan. Hal ini diperparah dengan adanya penjaga portal yang melarang mereka mempergunakan jalur Busway sebagai alternatif.

“Ini ‘kan buat mengurangi kemacetan juga. Tugas mereka ya begitu. Toh sudah hampir dua tahun ini berjalan. Tidak ada masalah kok, ” papar Heri, penanggung jawab Koridor IV, yang hampir tiap hari memonitor laju jalur Busway.

Adit terus saja berdiri. Makin deras hujan, bertambah pula air berjatuhan membasahi sekujur tubuh yang hanya dilindungi setelan baju mirip satpam itu. “Kalau geledek besar aja, baru kita berteduh. Toh, kita membantu masyarakat,” paparnya seraya berharap masyarakat mengikuti aturan dan tidak menyerobot, dan memaksa masuk jalur Busway. (Dedik Priyanto)N

link tulisan:
http://www.angkringanwarta.com/2012/03/narasi-pilu-lelaki-portal-busway.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar