Tendang, Terjang, Hadang

Selasa, 22 Januari 2013

‘a Man Who Cannot Die’

Saya memberikan judul pada catatan sederhana ini ‘a man who cannot die’ serupa dengan tajuk film dokumenter Akira Ray di Discovery Channel perihal lelaki yang tidak akan pernah bisa mati, meskipun tiap hari berpelukan dengan bahaya yang berpotensi untuk melenyapkan nyawanya.  Film terakhir dari sutradara gaek asal India Jash Chopra (1963-2012) dan cukup menarik diperbincangkan.

Laiknya sebuah film, apalagi Bollywood, tema cinta selalu menjadi bumbu utama. Apalagi Jash Chopra yang sukses mengaggit beberapa film India yang cukup populer di tanah air semisal Dil Waale Dulhania La Jayenge, Dil To Pagal Hai dan Dhoom 1/2.

Film berjudul Tab Eik Hain Jaan (2012) ini bersetting daerah konflik Kahsmir, London dan Punjab. Sedangkan lakon utamanya adalah Mayor Samar Anand (Shah Rukh Khan), jurnalis Discovery Cannel Akira Ray (Anushka Sharma) dan gadis London Meera  (Katrina Kaif).

Kisah ini bermula dari catatan harian yang ditinggalkan Mayor Khan di baju yang ia pakaikan kepada Akira Ray. Saat itu Akira sedang membuat film tentang Kahsmir dan menguji kadar dingin daerah sana. Akira tidak kuat dan hampir tenggelam saat berenang akibat dingin. Lalu Tentara itu menyelematkannya dan menyelimutinya dengan baju yang ia kenakan.

Akira membaca kisah itu secara tidak sengaja dan pada akhirnya mengetahui kenapa Mayor Samar memilih untuk mendekatkan diri kepada kematian—menjadi penjinak bom—dan kenapa ia tidak pernah bisa terbunuh dengan 97 bom yang berhasil ia taklukkan. Sesuatu yang membuatnya menjadi perbincangan di kalangan militer. 

Akira lalu berkeinginan untuk membuat film khusus  mengenai dirinya dan ia akhirnya diijinkan dan menjadi ‘main project’ dia yang pertama secara sendirian untuk Discovery Channel. Ia pun dijinkan selama 14 hari untuk mengikuti dan menemani kemanapun pasukan penjinak bom yang dipimpin Mayor Samar bepergian.

Petualangan dimulai—saya selalu suka film bertema seperti ini—Akira semakin terpantik dengan Bom dan bagaimana tentara itu menjalani kehidupan sehari-hari. Seperti halnya kebanyakan jurnalis, ia pun rela hidup di barak-barak tentara dan mengamati tiap lekuk peristiwa di medan yang konon tidak ramah itu.

Selain sebuah penyelamatan yang membuat Akira hampir terbunuh akibat bom yang meledak di dekatnya, ada peristiwa yang membuatnya tersenyum kecut. Yaitu kisah hidup yang pernah ia baca di catatan harian Mayor Samar yang memang pribadi tidak hangat.

“Anda selalu berhadapan dengan maut siang hari dan malam harinya mendendangkan lagu rindu,” ujarnya ketika menyaksikan  tentara itu di sungai sendirian selepas menjinakkan bom.

Tak ayal, peristiwa itu semakin membuatnya penasaran. Beberapa kali ia menanyakan soal catatan itu dan selalu tidak pernah dijawab. Bahkan disuruh untuk melupakan. Justru penolakan itu tidak membuat jera dan membuat Akira tertantang dan ia pun jatuh cinta.

Lambat laun suasana di barak menjadi hangat dan Mayor Samar menjadi ramah. Hal ini karena sikap Akira yang mudah diterima dan pantang menyerah serta passion, sesuatu yang membuat Major Samar teringat pada dirinya dan tak ingin memadamkan passion itu.

Hingga pada akhirnya masa tugas Akira selesai di barak militer dan harus kembali ke Inggris untuk melaporkan hasil kerjanya. Ia pun menutup filmnya dengan wawancara yang ia lakukan dengan dari Major Samar.

“Jadi mayor Samar, ini pertanyaan akhir di perjalanan kita. Kenapa kau tidak pernah memakai pelindung bom hingga sekarang,” tanya Akira sembari memegang video camera.

Tentara itu tersenyum simpul sejenak. Ia pun menjawab.

“Um... Pelindung bom dimaksudkan untuk melindungimu dari bahaya, untuk melindungimu supaya tidak terluka atau sedang terluka. Namun lebih dari sekadar bom, ada sesuatu yang lebih bahaya menyakitimu. Itulah kehidupan.

Setiap sudut ada pengkhianatan, rasa sakit. Jadi kalau kita tidak memakai pelindung bom untuk menyelamatkan kita dari bahaya kehidupan, apa guna memakainya untuk menyelamatkan diri. Setiap hari hidup membunuh kita sedikit demi sedikit. Bom akan membunuh kita hanya sekali.”

Akira tertegun.

Usai wawancara, mereka pun bercakap. Hingga akhirnya Akira mengatakan cintanya pada Major Samar walaupun ia tahu akan berujung dengan kesedihan. Toh ia sadar bahwa pada akhirnya hanya dua nama yang menjadi muasal ‘a man who cannot die’. Dua mana itu adalah London dan perempuan bernama Meera. Di sini kisah itu bermula.

Cinta dan Tuhan yang Iseng

Major Samar Anand 10 tahun lalu bukanlah sosok dingin seperti yang ditemui Akira di barak militer. Ia adalah lelaki yang hidupnya dipenuhi dengan passion, mimpi dan kebahagiaan.

Ia kabur dari Punjab karena tidak mau mengikuti tradisi keluarga menjadi tentara dan memilih jadi imigran dan merantau di London. Hari-harinya dipenuhi dengan kerja keras dan kesenangan. Kerja serabutan, bernyanyi di setiap sore di jembatan london, dan sesekali ikut pesta hippies di sudut kota.

Hingga saat ia part time di dekat gereja tepat saat ia melihat salju untuk pertama kali. Ia melihat ada sosok yang, menurutnya, seperti seorang bidadari bergaun merah berlari tergesa-gesa menuju gereja. Butuh satu detik untuk melihatnya dan ia pun jatuh cinta.

Hingga mereka bertemu lagi saat Samar mengamen di sebuah jembatan di London. Gadis itu adalah orang kaya dan ingin belajar menyanyikan lagu India untuk ulang tahun ke-50 tahun ayahnya.

Sebagai ganti, Samar meminta diajari aksen dan bahasa inggris agar ia mudah bergaul dengan orang. Mereka pun bersahabat dan tumbuh cinta antara mereka. Meera merupakan gadis relijius dan suka melakukan perjanjian dan kesepatkatan dengan Jesus.

Kesepakatan yang ia kerap lakukan jika ia meminta sesuatu yang besar tentang hidupnya dan ia pun berjanji akan merelakan sesuatu yang ia cintai untuk ditinggalkan sebagai imbalan kesepakatan. Meera sangat mempercayai itu.

Hingga pada suatu hari, ia akan dinikahkan kepada lelaki pilihan ayahnya, sedangkan ia jatuh cinta pada Samar. Ia pun tak kuasa menahan permintaan ayah yang telah membesarkannya sendirian sejak berusia 12 tahun.

Ia pun mengajak Samar untuk pergi ke gereja dan membuat kesepakatan untuk hanya menjadi seorang teman dan tak lebih dari itu. Jika dilanggar, maka Tuhan akan mengambil sesuatu yang begitu dicintai Meera dan itu adalah Samar. 

Perjanjian itu dilanggar sendiri oleh Meera.

Itu terjadi terjadi selepas ia menerima kado pernikahan ibunya. Ia pun menemui ibunya selepas 12 tahun tak bertemu.

Hingga akhirnya ia sadar bahwa yang dilakukan ibunya bukanlah salah. Melainkan dorongan cinta. Sesuatu yang tidak pernah ia rasakan tatkala menjadi istri dari ayah Meera.

Di sebuah padang rumput seusai kepulangan dari rumah ibunya itu, Meera akhirnya menyerah pada perasaan cinta yang ia rasakan kala bersama Samar. Ia pun melanggar janji yang ia buat dengan Tuhan dan mengikuti hatinya untuk selalu bersama Samar.

 Laiknya dua pasangan yang dipenuhi gejolak cinta, mereka berdua sepanjang detik, bernyanyi, tertawa dan menikmati hari-hari. Lalu sebuah kecelakaan hampir merenggut nyawa Samar. Tepat beberapa detik selepas mereka berpisah.

Samar pun meregang nyawa tepat di depan mata Meera. Ia yakin ini kutukan dari janji yang telah ia sepakati bersama Tuhan.

Meera pun mulai merapalkan doa dan berjanji jika Tuhan menyelamatkan Samar, Dia boleh mengambil sesuatu yang paling dicintainya; meninggalkan Samar dan tak akan bertemu dengannya lagi sampai kapanpun.

Akhirnya Samar kembali hidup dan janji dan kesepakatan dan Tuhan harus ditepati.
Samar tak percaya Meera melakukan itu.

Meera pun meminta  supaya Samar pergi jauh dari London agar dirinya tetap selamat. Tentu saja tangis terpapar di muka Meera, namun ia begitu percaya itu. Ia menerima itu sebagai sebuah kesepakatan. 

Lalu Samar pergi ke gereja, rumah Tuhan yang kerap ditemui Meera dan membuat kesepakatan dengan-Nya. Ia duduk di kursi gereja. “Ini tidak benar. Itu semua salah. Perang antara diri-Mu dan diriku sudah dimulai. Kau mencuri cintaku.

Aku akan mencuri keyakinanya dari-Mu. Dia percaya jika aku tidak bersamanya, aku akan tetap hidup. Jadi aku akan menerima kematian setiap hari. Kita lihat saja sampai berapa lama aku akan hidup,” terangnya.



Samar pun pergi dan memilih sesuatu yang sangat ditakutinya; militer dan bom. Supaya ia segera mati.

Cinta adalah Waktu

Samar pun berubah menjadi Mayor Samar Anand, dari sosok yang begitu hangat dan ceria menjadi pribadi yang dingin dan tak ramah pada sesama. Inilah ‘a man who cannot die’ yang ditemui Akira dalam barak militer dan mengubah cara pandangnya terhadap hidup dan juga cinta.

Waktu selalu memiliki jalannya tersendiri. Begitulah kira-kira perjalanan Akira sebagai seorang jurnalis.



Akira kembali ke London dan laporannya membuat tim Discovery Channel terperanjat dan ingin menjadikan kisah itu menjadi tajuk utama mereka. Namun itu semua akan terjadi jika Akira mampu membawa Mayor Samar ke London guna mengetahui otensitas film yang dibuat  Akira.

“Tidak mungkin,” pikir Akira.

London akan mengingatkan Mayor kepada Meera. Dan ia memahami itu. Tapi si mayor memberi kejutan dengan datang ke London. Sesuatu yang membuatnya tidak percaya.

Sontak, Akira begitu girang hingga ia hampir tertabrak. Sekali lagi ia diselamatkan oleh Major Samar dan kali ini tentara yang malah tertabrak dan harus dibawa ke Rumah Sakit di London. Ia pun terkena amnesia dan ingatannya mundur 10 tahun ke belakang di masa 2002.

Apakah kecelakaan ini karena ia kembali ke London?

Catatan saya menjadi panjang. Silakan tonton saja sendiri film menarik ini.



Saya hanya  akan menutup catatan ini dengan dengan percakapan antara Meera dan Major Samar di Gereja.

“Ingatan adalah hal yang lucu,” ujar Samar. 

Meera terpaku tak sanggup berkata apa-apa.

Ia melanjutkan ucapanya,” Kita menghabiskan seluruh hidup untuk melupakan sesuatu. Tapi tidak bisa. Lalu saat kita mencoba mengingat beberapa hal kecil kita tak bisa mengingatnya.”

Meera semakin terdiam. Suasana gereja hening. Air mata Meera jatuh perlahan.

“Kau tahu, Meera. Setiap hari di militer aku selalu berpikir,’Mengapa Dia membuatku hidup. Hari ini aku menyadarinya, Dia belum puas dengan apa yang ia lakukan kepadaku.

Pertama, Dia menjauhkanku dari hidupmu. Dia bilang, pergilah. Jalani hidup tanpa dirinya. Jadi aku pergi dan aku hidup dalan pelukan kematian dan berharap mengalahkan Tuhan, tapi di luar sana Dia terus menang, tidak membiarkan aku mati.

Lalu suatu hari seperti sihir, ia membawamu kembali dan kenanganku yang hilang kembali datang. Aku melayang. Lalu dalam sekejap ia  membantingku kembali ke tanah.

Dia membangunkanku dari mimpiku, Dia bilang ‘hidupmu memang seperti itu’. Meera selalu menjadi milik-Ku, takkan pernah jadi milikmu. Karena sampai hari ini, janji yang ia buat lebih besar dari janji yang ia buat untukmu.

Meera masih terdiam.

“Ada satu hal sederhana yang  tidak kau mengerti. Melebihi dirimu, Dia (Tuhan) jatuh cinta kepadaku,” sergahnya.

***

Akira, Major Samar Anand dan Meera pada akhirnya membuat saya bertanya kepada diri saya sendiri—dan barangkali juga semua orang.

Bukankah cinta tidak butuh kesepakatan Tuhan? Atau jangan-jangan ini keisengan Tuhan? Toh ia sendiri menciptakan cinta dalam hati tiap manusia.

Dan cinta tidak butuh janji yang muluk ataupun kesepakatan-kesepakatan yang kerap tidak penting. Biarkanlah cinta berjalan. Ia punya caranya tersendiri dan acapkali tidak mampu dipahami. Serupa tata surya yang memiliki orbit dan jalannya masing-masing.

Pada akhirnya, cinta bukanlah kontrak maupun transaksi. Ia adalah passion. So, find your passion if you will not die like a man who can not die !!!

Ciputat, 20 Januari 2012
@DedikPriyanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar