Tendang, Terjang, Hadang

Senin, 04 Februari 2013

Di Bawah Lindungan Kenangan

(Tom, Summer dan kenngan akan sebuah kota. gambar diambil disini)
Tak ada yang lebih membingungkan dibanding kenangan. Ketika ingatan tiba-tiba tertarik pada masa lampau, tubuh yang menggigil dan sendu merupa hadiah yang tak pernah diharap. Percayalah, kenangan itu bisa begitu dingin. Lebih dingin dari es yang entah  kamu datangkan dari daerah manapun di dunia ini.

Jika kamu tidak percaya, sesekali tengoklah film 500 Days Of Summer (2009) dan temukan bahwa dari kesemua hal  dingin di dunia ini. Kenangan adalah elemen paling gigil yang pernah kamu temukan, dan saya yakin, bukan saya seorang yang pernah merasakannya.

Saya belum mencari pelbagai kisah yang melingkupi film yang berpusat kepada Tom (Joseph Gordon Levitt) dan Summer (Zooey Deschannel) ini. Film yang diawali oleh narasi mata dari tiap manusia, kebahagiaan masa kanak dan kisah muram kehidupan keluarga.

Film Pop serupa, biasanya tidak akan memberi bekas apa-apa pada saya. Minimal jika orang bertanya dua hari kemudian saya tidak akan dapat mengingat dengan jelas nama para pemain yang berakting di sini.

Untuk itulah, saya harus mengambil cara pandang yang berbeda dan dekat. Barangkali lewat pusaran kenangan saya bisa mengingatnya.

Ya, kenangan. Bukankah menziarahi kenangan adalah sesuatu yang kita hindari? Maka saat ini saya akan berusaha mendatangi kenangan melalaui film ini. Jadi, ia tidak perlu repot untuk sekadar bertandang.

Kisahnya bermula dari bertemunya dua masa dari kutub yang sama dalam sebuah pertemuan yang tak pernah terduga. Keduanya sama-sama memiliki masa lampau yang tidak menyenangkan dan kehidupan yang buruk saat beranjak dewasa. Keduanya sama-sama dari keluarga yang bercerai.

Tom adalah pria yang memiliki pekerjaan sebagai penulis pelbagai ucapan di kartu pos dan merasa tidak pernah hidupnya mendapatkan kebahagiaan di dunia. Ia menyebutnya sebagai takdir. Sedangkan Summer merupakan sosok perempuan cantik dan selalu membawa keberuntungan. Itulah bedanya; yang satu murung dan  lainnya periang.

Bedanya lagi, Tom merasa bertemunya dirinya dengan Summer dalam 500 hari adalah sebuah anugerah. Meskipun ia tahu bahwa Summer tidak pernah menginginkan hubungan yang serius dengan siapapun.

Senantiasa berdua, tertawa bersama, sesekali bertengkar dan merasa saling membutuhkan walaupun tanpa ikatan dan perjanjian apapun. Itulah Tom dan Summer.

Entah kenapa hingga akhirnya Tom yang tampaknya ingin hidup secara normal mulai mempertayakan hubungan ini. Lalu mereka berpisah karena Summer sekali lagi menegaskan dirinya tidak ingin berhubungan. Kisah berakhir, cinta Tom kandas.

Pusaran Kenangan.

Hilangnya Summer dalam kehidupan Tom menjadikan hidupnya runtuh. Dunia menjadi diam. Ia pun mulai menziarahi kenangan masa lalunya kala masih bersama Summer; pameran perabot rumah, bioskop, kedai kopi, dan sebuah taman yang menjadi penanda kisah mereka bedua.

Sebuah bangku yang berada di sebuah pojok kota yang dengan bebas mampu menera lanskap kota Manhattan yang eksotis, Angelus Plaza, adalah salah satu tempat favorit mereka tak luput dari tempat ziarah Tom.

Jika kamu sempat membaca cerita pendek dari Puthut EA yang berjudul Isyarat Cinta yang Keras Kepala, maka sosok Tom ini adalah perwujudan tokoh itu.

Selalu mencari kenangan dimanapun ia berada dan merasa waktu seperti berhenti jika mampu mendatangi yang pernah mereka singgahi.

Ia pun masih tak percaya jika hubungannya dengan Summer sudah berakhir. Alasan yang diberikan Summer Cuma tidak masuk akal bagi Tom; ia tidak membina hubungan yang serius dengan lawan jenis. Ia takut bercerai sebagaimana yang terjadi kepada kedua orang tuanya.Untuk itu, ia memilih untuk meninggalkan Tom.

Namun Tom begitu kaget saat ia diajak pesta di apartemen Summer dan mengetahui bahwa saat itu menerima lamaran seorang laki-laki dan segera menikah.

(bangku di sebuah taman adalah penanda. gambar di sini)
Coba bayangkan kamu mengalami hal ini. Simak dialog singkat yang paling saya suka antara Summer dan Tom di sebuah bangku di taman berikut;

“You never wanted anybodi’s girlfriend and now you’re somebody’s wife ” tanya Tom

“I was surprised too,” jawab Summer ringan.

“I dont think i’ll ever understand that. I mean it doesnt make sense.”

“It just happened.”

“But, thats what  i dont understand. What just happened?”

“I Just... I just wake up one day and i knew.”

“Knew what?”

“What i was never sure with you.

Jawaban Summer begitu teduh, dengan tatapan muka yang sungguh tidak bisa saya lukiskan.

Percakapan yang sederhana. Mata biru dari Summer yang ranum dan muka sendu dari Tom yagn saya yakin jika sekali saja ia datang ke kampus kamu, pasti ribuan gadis akan berebutan untuk sekadar melihat caranya menggumam.

Kisah film ini sungguh jenaka, tidak ada pretensi untuk membuat haru atau apapun jenis film melodrama lain yang seperti seorang motivator yang menyuruh orang untuk menangis. Tak membuat saya simpati. Itu pula yang diceritakan narator di awal film,"This not a love story. this story about love"

Jadi, jika kamu akhirnya menemukan seseorang yang membuatmu menjadi seorang yang berubah, ingatlah bahwa belum tentu semuanya berakhir gembira seperti halnya dalam sebuah  film.

Jangan percaya! jika tidak kamu tidak akan pernah merasakan bertemu  Autumn dan kisah yang baru. Kamu  akan terus berada di bawah lindungan kenangan.

3 Feb 2013
@DedikPriyanto

Jumat, 01 Februari 2013

Perpisahan yang Menggembirakan

(kutipan terkenal dari Bob Marley, gambar diambil di sini)
Saya tidak pernah bisa mengerti, bagaimana seseorang sanggup berpisah dengan orang yang ia cintai dengan perasaan gembira. Terlebih ia tahu bahwa hidup tak akan pernah sederhana. Sedikitpun tak pernah bisa saya pahami.

Apakah tidak pernah terpantik bahwa di setiap perpisahan selalu menyisakan muram dan hanya sedikit riang tersisa. Lalu ia merupa kenangan yang tak pernah terpelihara, terusir dan selalu ingin kembali serta kita yang akan selalu menolaknya berkali-kali. Walau ia datang untuk sekadar berkunjung. 

Cinta adalah puisi yang tak pernah ingin dilahirkan. Coba tanya kepada para penyair, berapa miliar larik tercipta tiap harinya berbicara cinta.

Namun saya selalu yakin, mereka sebenarnya tak pernah ingin berbicara cinta.  Cinta yang tak lelah mendatangi  mereka dan pada akhirnya menghantar mereka dalam sebuah pusaran utopis; bersatunya cinta dalam tubuh, bersatunya tubuh dalam cinta.

Entah kenapa saya merasa miris jika mendengar, menyaksikan atau menyimak orang-orang yang terjebak pada ritus purba ini, perpisahan. Apalagi ditambah dengan kalimat pemantik kenangan semacam ‘Tiap Pertemuan pasti ada perpisahan’.

Jika kamu tahu siapa yang membuat kalimat yang konon begitu populer ini, sila beritahu saya, maka saya jamin akan meminjam pisau dari tetangga dan sesegera mungkin menusukkanya pada empu kalimat ini.

Jangan takut, saya tidak akan pernah dihukum atau dipenjara.

Kalau memang saya bakal dimasukkan ke penjara, minimal saya sudah mewakili pelbagai perasaan jutaan manusia yang sakit hati. Toh saya hanya ingin tahu apa yang berada dalam otak empu kalimat ini.

Adakah rasa sesal yang menghantaui atau getir yang dikirimkan oleh mereka yang pedih hati itu telah membutakan mata sendumu, dengan kalimat lucum itu? Atau jangan-jangan engkau adalah telah kehilangan sendu.

Sekali lagi, saya tidak pernah mengerti, kenapa harus lahir kenangan jika harus ada perpisahan. Bersedia mencintai adalah menyiapkan sebuah kamar dalam hati sebagai tempat singgah yang nyaman untuk sakit hati.  Tak ada yang lebih sendu dari itu.

Kepada Gadis Penata Kenangan Itu, Shofi


Kawan,

Catatan di blogmu yang—untuk kesekian kali saya telat membacanya—manis dalam bercerita itu, entah kenapa mengingatkan saya film Charlie Chaplin berjudul The Circus (1928) yang menelisik sebuah perpisahan yang terbungkus tawa; perpisahan yang menggembirakan.

Saya  jadi sajak Autumn Rainer Maria Rilke. 

Autumn

The leaves are falling, falling as if from far up,
as if orchards were dying high in space.
Each leaf falls as if it were motioning "no."
 

And tonight the heavy earth is falling
away from all other stars in the loneliness.

We're all falling. This hand here is falling.
And look at the other one. It's in them all.

And yet there is Someone, whose hands
infinitely calm, holding up all this falling.


Saat menulis catatan ini, di lantai bawah gedung Kramat Raya berlantai 8  ini terdapat pertunjukan wayang yang riuh dengan pelbagai ragam manusia. Tiba-tiba saya merasa sendiri dan teringat sajak Epri Tsaqib dalam buku manis Ruang Lengang (2007).

Di Ruang Itu

Di dasar ruang hatimu kutanam sunyi
Sebuah tempat yang selalu bisa kudatangi
Kapan saja aku mau termangu

Hari ini aku datang ke situ
Memandangi kamu yang galau

Lalu aku tulis sebuah sajak yang tak selesai
Kuletakkan di salah satu dindingnya

Kau boleh melengkapinya kapan saja
Atau membiarkannya basah sendirian
Dengan tetes airmatamu
 

***

Saya pernah berbicara begini kepadamu beberapa hari lalu,"Cinta selalu menemukan jalannya sendiri. Namun saat ini ia bersembunyi, dan menunggu kalian menjemputnya. Lalu berjalan beriringan menuju tujuan yang kalian inginkan"

Saya akan selalu berkata ini.

Salemba, 1 Februari 2013
@DedikPriyanto
Baca juga: