Tendang, Terjang, Hadang

Rabu, 02 Januari 2013

Ini Januari. Selamat Tahun Baru, Manisku.


Kepada T

Beberapa jam lalu saya masih mendengar lengkingan terompet mengalun bersahutan, ledakan-ledakan yang kerap menyilaukan, juga rangkaian ucapan selamat tahun baru yang merupa serdadu-serdadu merapalkan ujaran komandan untuk berseru; menerjang, hadang! Tak pula menyigi segala perbedaan dalam satu kalimat puitis: semoga tahun depan kami akan lebih baik lagi, dan lagi.

Tak ada yang istimewa di akhir bulan itu, Desember.

Lalu saya menyaksikan beberapa orang meraih tangan kekasihnya, bergenggaman tangan dengan erat dan tertawa riang sembari mendongakkan kepala ke langit. Ada juga yang merangsek ke halaman belakang, saya pastikan bahwa orang ini tidak akan menemui siapa-siapa.

Toh tidak mungkin ia bertemu dengan orang di sana,  tapi saya yakin dia akan menyalakan ponsel dan sejurus kemudian ada riang di raut muka kawan saya ini laiknya anak kecil yang riang tak terpermanai kala menyaksikan para jagoan mereka menggulingkan para monster yang bisa saja menghancurkan dunia rekaan yang telah dibangun dengan riang itu.

Selebihnya, tak ada yang berbeda di akhir bulan ini.

Saya pernah mengalami ini sejak bertahun-tahun lalu. Selalu sama, seperti perulangan-perulangan yang tidak perlu untuk terus dilakukan, atau jangan-jangan saya yang memang tidak pernah bisa menikmati hari ini, seperti kata kawan saya, Alhafiz K, terlalu sering dihinggapi masa lalu dan menyilangkan pada narasi kesadaran saya yang kerap terbata-terbata mengeja segalanya.

Saya menyusuri kepingan yang berserak di akhir bulan itu, saya sendiri belum tahu apa yang hendak saya temukan. Jika toh ada yang bisa membantu, mari sini, saya pastikan kamu akan berjalan-berjalan pada bilur yang mungkin tidak pernah bermuara, atau jembatan yang tiba-tiba saja akan roboh dan sejenak kemudian ada sekoci kecil yang mengantarkan kamu menemui saya menuju ujung yang tak pernah ada itu.

Lamat-lamat saya mendengar petikan puisi dari Soe, di film yang saya pernah membuatku begitu kecewa pada imajinasi yang pernah saya bangun itu, Gie.

Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza
Tapi aku ingin menghabiskan waktuku di sisimu, Manisku.
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal, dan lucu,
atau tentang bunga-bunga yang  manis
di lembah Mandalawangi
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang
Ada bayi-bayi yang lapar di Biafra, tapi aku ingin mati di sisimu, Manisku
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu
mari sini, sayangku
kalian yang pernah baik dan simpati padaku
tegaklah ke langit luas atau langit yang 
mendung
... kita tak pernah menanamkan apa-apa,
Kita tak akan pernah kehilangan apa-apa.

Untukmu,

Tak ada kalimat lain selain maaf karena tidak bisa menemani di pergantian tahun yang mungkin kamu tunggu itu.Entah kenapa pilihan rasionalku masih saja berkuasa, senantiasa bermain di akhir bulan ini, seharusnya saya dan kamu menyusuri jalanan di kota itu dengan riang, sesekali saling mengejek dan kamu menggenggam erat tanganku sembari menyaksikan langit malam yang syahdu itu.

Saya akan selalu merindukanmu sejak tatapan sendu di malam itu, pada pertemuan yang tidak pernah bisa saya definisikan. Hanya beberapa kali saya coba untuk tafsirkan dalam bentuk catatan-cataan sederhana. Selebihnya, saya akan selalu mencintaimu dan entah kapan bisa berhenti untuk merindukan cintamu—entah siapa yang memasukkan kalimat ini di catatanku.



Sekali lagi, saya minta maaf seraya membisikkan kalimat rindu di akhir bulan yang tidak bisa saya tunaikan itu.

“Lihatlah catatan sederhana ini sebagai pengganti jarak yang memasung rindu kita untuk saling bertemu. Bukankah konon  Adam dan Hawa juga dipisahkan oleh waktu dan juga jarak lebih dari sepertiga dunia itu dan mereka akhirnya bertemu?

Entahlah, tapi saya ingin selalu merindukanmu  dengan sederhana, seperti ponsel yang selalu rindu akan sinyal di daerah terpencil itu.”



Bulan telah berganti, Januari telah tiba. Mau tidak mau manusia-manusia  harus melewati. Pasti akan ada tantangan, harapan-harapan, serta kenangan-kenangan yang entah tiba ataupun malah bepergian begitu saja.

Mungkin kamu telah menyiapkan resolusi atau apalah itu kalimat yang telah kamu persiapkan di malam tahun baru, juga tujuan-tujuan yang akan bakal kamu capai di tahun yang baru nanti.

Selamat tahun baru, Manisku.

Ciputat, 1 Januari 2013
@DedikPriyanto


1 komentar:

  1. hanya ada dua orang yang beruntung didunia ini. satu, orang yang tidak pernah lahir didunia ini dan kedeua, orang yang terlahir lalu mati muda.
    dan orang yang paling sial adalah orang yang terlahir, hidup, lalu mati tua.

    BalasHapus