Tendang, Terjang, Hadang

Minggu, 27 Januari 2013

Persoalan Jatuh Cinta


Persoalan jatuh cinta memang pelik, membingungkan dan terkadang muram. Mirip-mirip kentut. Terkadang keras membahana dan tidak memberikan bau dan serta rasa apapun kecuali rasa jengkel mereka yang duduk di dekat kamu.  Tapi tak jarang tak bersuara, diam, dan tiba-tiba efeknya merupa bom yang memiliki dampak yang besar. Entah bagi dirinya, terlebih orang lain.  

Dua hari lalu kawan saya bercerita bahwa persoalan cinta ini begitu rumit. Ia sukar jatuh cinta dengan orang lain. Konon menurutnya, agama itu suci dan tidak segampang yang dipikirkan banyak orang. Namun ia kini mengerti, dari kesemuanya itu, satu hal yang paling suci di dunia hanya satu, Cinta.

Kawan saya ini adalah penggemar film dan selepas menonton film apapun itu jenisnya, pasti ia berkisah dengan mimik peresapan yang sulit tertandingi, susah untuk saya deskripsikan. Kamu tahu muka Yamcha saat bertemu Bulma atau perempuan lain di Dragon Ball? Kira-kira tidak jauh mukanya.

Apalagi jika film itu bertemakan hubungan antara manusia. Maka bisa dipastikan, beberapa hari berikutnya orang yang berada di dekatnya harus segera tutup kuping dan telinga.

Jikalau tidak, bisa dipastikan kamu harus mendengar ocehan tidak jelas dan pelbagai ragam opini yang kerap membuat kuping berdesing seperti bisik-bisik ibu-ibu di pagi hari ketika ada tukang sayur melintas di kompleknya.

Satu hal yang pasti, kawan saya ini kira-kira setahun lalu baru berpisah dengan seseorang yang membuatnya tak mampu berkata apa-apa. Lalu ia kini percaya, bahwa memutuskan jatuh cinta berarti harus berani sakit.

“Itu satu paket. Tak dapat ditawar,” selorohnya.

Beda cerita dengan kawan saya yang satu lagi.

Secara penampilan fisik, ia tak jauh dengan para pesolek di teve rumah kamu. Bedanya cuma persoalan nasib dan persoalan jatuh cinta.

Kawan saya berprofesi sebagai wartawan. Harusnya dekat dengan pergaulan antar manusia—dan lawan jenis—tapi tak membuatnya berpaling dari cintanya kepada perempuan yang pernah mengkhianati.

Saya beberapa kali beberapa kali berbicang dengannya agar segera menyintas dari masa lalu dan segera mengambil jarak dengan hati supaya hidup ini terus berjalan. Tapi beberapa kali pula ia menukas,”Tidak sesederhana itu. Tidak sesederhana itu,” katanya.

Ya, memang persoalan jatuh cinta memang tidak sederhana. Jika toh sederhana, barangkali itu Cuma ada di puisi Sapardi. Tapi tidak disemua hidup harus dengan penerimaan dari orang yang kita cintai.

Tapi kawan saya ini tetap bersikeras untuk tetap hidup dan menziarahi kenangan masa silam. Ia pengemar sastra dari kelas wahid, khususnya soal bacaan-bacaan Inggris.

Saya curiga, barangkali ia mengamini Chairil Anwar.

”Hidup Hanya menunda kekalahan,” tukasnya menyitir Chairil.

Saya hanya bisa diam.

Saya pun menjawab sekenanya. “Lagi pula cinta seperti hujan, kadang jatuh dengan bergegas. Tak jarang datang dengan terburu-buru dan menimbulkan banjir jika tidak segera ditanggulangi.”

Ia hanya tertawa pada obrolan singkat beberapa tempo lalu.

Persoalan jatuh cinta ini juga menjangkiti salah satu kawan saya yang juga penulis cerpen. Ia mengaku 7 tahun lebih tidak membina hubungan cinta dengan seseorang. Ia pun tidak tahu mengapa itu bisa terjadi.

Padahal banyak yang menyatakan suka padanya dan selalu ditampiknya seolah tak ada cinta di dunia ini, yang ada hanyalah bualan. Tapi beberapa minggu belakangan saya melihatnya begitu berbeda.

Usut punya usut kawan saya ini sedang menjalani terapi pribadi soal cinta. Bahkan ia mengaku sedang menjalin hubungan asmara dengan 3 orang perempuan sekaligus.

Saya tertegun dengan pengakuan kawan saya ini.

Terlebih saya tahu, lelaki ini amat jarang membicarakan soal hal yang berkaitan dengan perasaan. Lalu tiba-tiba kami saling berbincang di sebuah sore.

“Elu emang masih aja nyari cinta sejati?” tanyanya.
Saya mendongakkan kepala.

Lalu hanya menjawab singkat.”Iya, Bung, gua masih yakin soal itu.”

“Nikmati aja. Gua sedang menikmati saat ini, balas dendam dari akumulasi kejombloan selama 7 tahun.”

Saya terperangah.

Kawan saya satu ini memang eksentrik dan barangkali hanya dirinya dan Tuhan yang tahu apa yang ia percakapkan, atau jangan-jangan Dia juga tidak tahu?

Dari kesemua keanehan ini, yang tampak nyata adalah, kawan saya ini mulai bersolek: menggunakan deodorant, menyetrika baju dan kerap berlama-lama depan kaca.

Persoalan jatuh cinta memang... Ah sudahlah. Sudahkah kamu kentut hari ini? Maaf, maksud saya, sudahkah kamu mengalami sendiri persoalan jatuh cinta?

Jakarta Sore, 26/1/12
@DedikPriyanto






Tidak ada komentar:

Posting Komentar