Tendang, Terjang, Hadang

Minggu, 30 September 2012

Ratusan Gusdurian Peringati Harlah Gus Dur



Ratusan pecinta dan penerus cita-cita dan perjuangan Gus Dur (Gusdurian) menghadiri peringatan hari lahir (harlah) KH Abdurahman Wahid yang berlangsung di aula Wahid Institute, Matraman, Jakarta, Jumat (3/8).

Gusdurian tersebut umumnya tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Mereka berasal dari beragam organisasi, profesi, usia dan bahkan iman. Ada yang datang bermobil pribadi, motor, dan jalan kaki. Pakaian mereka mulai dari yang berjaket, koko, berkopiah, dan bersarung; hingga berkaos oblong; dari yang berambut gondrong hingga plontos. 

Acara dimulai pukul 16.00 dengan sambutan Koordinator Gusdurian Alissa Wahid. Ia mengatakan, kini kelompok yang menyatakan diri Gusdurian sudah tersebar di 30 kota. Mereka menyelenggarakan pertemuan-pertemuan yang cair dan membahas apa saja, sesuai dengan kebutahan daerah mereka. 

Didaulat sebagai pembicara pada acara bertajuk Gus Dur dan Kebudayaan tersebut dua budayawan yaitu Mohammad Sobari dan Jaya Suprana. Juga sastrawan gaek Martin Aleida. Dan moderator Dedik Priyanto, Gus Durian muda asal Ciputat. 

Dari diskusi tersebut mengemuka dua sifat Gus Dur, yaitu keteguhan dan keberanian. Keteguhan dalam menggenggam gagasan persaudaraan, persamaan, dalam keragaman dan keberanian dalam menjalankan gagasannya. Apapun risikonya.

Martin Aleida, sastrawan Lekra yang pernah dipenjara Orde Baru berpendapat, karya terbesar Gus Dur adalah meminta maaf.

“Setidaknya buat saya dan orang-orang yang menjadi korban seperti saya. Itu pencapaian yang luar biasa,” ujarnya.

Menurutnya, PKI dan NU pernah berhadap-hadapan pada masa lalu. Tapi luar biasanya, Gus Dur dengan keberaniannya membuka hubungan kembali dengan minta maaf. Hal ini sangat berdampak positif terhadap masa depan anak bangsa. 

Sementara Jaya Suprana juga mempertebal tentang keberanian Gus Dur. Ia mengutip apa yang dikatakan Gus Mus pada sarasehan Kristalisasi Pemikiran Gus Dur beberapa waktu lalu. Menurut Gus Mus, satu hal yang jarang dimiliki tokoh sekarang adalah keberanian. 

“Berani mengatakan yang benar itu benar, yang tidak benar itu, tidak benar. Itulah Gus Dur!” tambah ahli kelirumologi ini.

Mohammad Sobari mengambil sudut pandang lain terhadap Ketua Umum PBNU 1984-2000 dan Presiden RI keempat tersebut. 

“Segala tindak-tanduk Gus Dur menegaskan ke-NU-annya. Dan tidak ada yang seperti itu. Dalam hal taat kepada tradisi aja, Gus Dur itu tidak ada yang menyaingi. Terutama tradisi sowan kepada kyai-kyai,” tegasnya. 

Diskusi kemudian dijeda dengan buka puasa dan shalat maghrib. Acara dilanjutkan kembali dengan tampilnya KH Husein Muhammad. Ia membacakan puisi Matsnawi karya Jalaludin Rumi dan syair Abu Nawas, yang diterjemahkannya. 

Hadir pada kesempatan itu Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Imdadun Rahmat, Direktur Eksekutif The WAHID Institute Ahmad Suaedy, aktor Alex Komang, dan aktivis HAM Usman Hamid, serta aktifis NU Amsar A. Dulmanan. 


Jakarta, 4 Agustus 2012 cek berita asli www.nu.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar