Tendang, Terjang, Hadang

Senin, 08 Juli 2013

Selepas Sore Itu (Bag 1)


Ini berhari-hari setelah itu semua. Selepas pelbagai kepurukan yang dialami, sehabis tetesan air mata yang entah, seusai lintasan yang buram akan kenangan-kenangan.

Lalu lihatlah pagi ini; bangun dengan perasaan tenang. Aku di dalam kamar memerhatikan pendar cahaya yang masuk perlahan lewat jendela kontrakan, aku mendengar bisikan cahaya itu.”Hey, bangun!”

Kenangan memang tajam seperti pisau karatan yang coba ditusukkan dengan perlahan. Berkali-kali aku manahan sakit seusai mempersiapkan segala kepedihan dari sejak pertemuan awal, tapi berkali-kali itu pula rasa pedih menjangkiti. Jatuh cinta itu sakit, kawan, nikmatilah, tutur seorang kawan.

Tapi perhatikan sekarang ini, aku bangun dengan bugar dan minum air putih yang banyak. Menyalakan komputer dan mulai mengetik segala tentang kesenangan, dan hanya sedikit tentang kesedihan.

Tak lama kemudian, aku keluar kamar dan mulai menyapa tiap kawan yang ditemui; mengajaknya berbincang, menawarkan rokok dan sedikit berbincang tentang keadaan sekitar.

Pekerjaan. Ya, pekerjaan. Jangan bertanya tentang ini, semua berjalan. Tapi memang segalanya sudah berubah dan seperti yang sudah-sudah, saya memilih untuk menjadi ronin yang mengembara, yang tak mau ambil pusing perkara rutinitas. Toh, membaca, berbincang dengan kawan dan menulis adalah sebuah pekerjaan.

Mereka bilang pekerjaan adalah tempat kita meluapkan ekspresi, mengeluarkan segala daya guna dan menemukan diri kita. Sungguh, aku tidak pernah berpikir demikian. Makanya, memilih tidak bekerja adalah sebuah pekerjaan. Pekerjaan yang tidak sama dengan pandangan khalayak umum.

Sepakbola. Ya, sepakbola. Aku tetap mencintainya hingga waktu tak berjangga. Mungkin di kehidupan terdahulu aku adalah seorang pemain sepakbola atau mungkin pelatih, atau bahkan aku orang Venesia yang lari ke Milan untuk bergabung dengna Internazionale.

Tak perlu murung disesali, tak usah pedih diratapi. Cukup minum air putih dan temukan bahwa air putih berwarna bening, bahwa pedih mengantarkan kematangan. Bening adalah kesadaran, dan kesadaran adalah hasil kematangan.

Kali lain aku berjalan ke pintu, melihat anak-anak kecil di komplek ini bermain. Musim liburan ternyata, dan aku baru tahu. Ahai, kemana saja kau selama ini? Lihatlah, langit saja menertawakanmu.

Lalu apa lagi?

Mungkin tidak ada, atau aku salah, mungkin ada sesuatu yang aku pikirkan. Ya aku ingat. Mmm.. aku kangen kamu saat ini.

Jakarta, 1 Juli 2013
gambar diambil di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar