Tendang, Terjang, Hadang

Kamis, 29 Juli 2010

Menengok Penjahat Piala Dunia*

Dedik Priyanto*

Judul : Footbal Villains
Penulis : Owen A. Mc. Ball
Penerbit : B’ First-Bentang Pustaka Jogjakarta
Tahun : I, Maret 2010
Tebal : 204 hal.
Harga : Rp.37. 000, 00

Diorama Piala Dunia memang selalu menyajikan hal yang tak terduga. Tidak hanya para pemain dan penonton yang diaduk emosi. Lebih dari itu, unsur sosio-politik suatu negara juga sangat mempengaruhi. Bahkan di situ terdapat para penjahat yang mengacau jagad sepakbola.

Potret inilah yang dicoba dikuak oleh Owen Mc. Ball lewat buku ini. Lingkup senarai yang dipilih penulis juga tidak sebatas pemain, tapi juga dialektika dan dilema eksternal sebuah tim dengan segala lika-likunya. Semisal jurnalis, politik, hingga urusan klenik. Mereka inilah yang disebut para penjahat, yang awalnya diagungkan sebagai pahlawan, tapi pulang dengan hujatan, bahkan yang lebih satir; hinaan.

Maka tengoklah mitologi rakyat Brasil. Negara goyang samba ini seolah enggan memercayakan mistarnya dijaga oleh penjaga gawang berkulit hitam. Dialah Micoir Barbosa yang menjadi tumbal itu. Kegagalannya menghalau tendangan pemain Uruguay di final piala dunia 1954 menjadi awal mitos itu. Apalagi Brasil sangat kental dengan budaya klenik. Dakwaan sebagai “penjahat abadi” pun melekat pada dirinya.

Akibatnya, ia dijatuhi sangsi sosial. Bahkan para orang tua menjulukinya monster, dan dikisahkan laiknya dongeng; iblis yang ditakuti dan harus dihindari. Menderitalah dia sepanjang hidup. Bahkan di akhir hayatnya ia berlirih,”Hukuman di Brasil paling lama 30 tahun penjara. Tapi aku, untuk kesalahan yang tak sepenuhnya menjadi tanggung jawabku, telah menjalani hukuman selama 50 tahun.”

Lain halnya pengalaman Ahn Jung Hwan. Ikon sepakbola Korea Selatan ini menjadi penjahat paling dibenci oleh penduduk Italia. Gol tunggalnya di menit terakhir ke gawang Gianluigi Buffon, Kiper Italia, pada piala dunia 2002 menjadi sebab. Hingga pupuslah harapan negeri Pizza ini untuk melenggang ke semifinal. Apalagi kala itu ia sedang bermain bagi klub Perugia di liga Italia.

Geramlah segenap rakyat Italia. Apalagi melihat banyaknya kecurangan yang terjadi selama pertandingan. Termasuk dua gol yang dianulir oleh wasit. Maka diusirlah dia dari klub dan tidak boleh lagi menginjakkan kaki di Italia. Bahkan karir profesionalnya pun terlunta-lunta di dataran Eropa karena kuatnya lobi politik mereka di sana. Dan terpaksa harus kembali ke Asia demi menyelamatkan hidupnya.

Maka dari 18 cerita yang terangkum, tak pelak, peristiwa paling mengenaskan adalah sikap warga dunia pada tim nasional Israel. Betapa tidak, negara zionis itu seolah mendapat buah dari perangai buruknya pada Palestina. Hingga berujung pada enggannya seluruh negara asia bertanding melawan tim mereka. Tak terkecuali Indonesia yang kala itu menjadi macan persepakbolaan Asia.

Buntutnya, tim Israel harus terlunta-lunta di separuh belahan dunia hanya untuk satu tujuan; mencari lawan tanding. Pun impian menjadi jawara di piala dunia hanya sebatas mimpi, karena peraturan FIFA yang mengharuskan untuk bermain. Jika tidak, mereka akan dilemparkan dari peta persepakbolaan dunia.

Beda cerita dengan “Tuhan Sapakbola” Diego Maradona. Sosok yang wujudnya menjadi pujaan seluruh dunia ini, saat ini menjadi penjahat yang paling dibenci masyarakat Argentina. Apa pasal? Karena tim Tango yang diasuhnya melempem saat kualifikasi piala dunia. Apalagi ia dinilai tidak cakap dan kurang mampu mengolah talenta-talenta hebat Argentina menjadi kekuatan yang menakutkan.

Membaca buku ini seolah kita dihantarkan pada fakta-fakta tersembunyi dibalik gemerlapnya piala dunia. Juga tak kalah menggelitik adalah pertarungan ideologis yang tersembunyi dibalik baju nasionalisme mereka. 18 kisah para penjahat dituturkan dengan gaya naratif yang cukup memukau. Memang, sepakbola tetaplah misteri yang selalu tiada kehabisan cerita.
*Resensi ini dimuat di Koran Jakarta, 22 Juni 2010
**Peresensi adalah Penikmat Sepakbola dan Penulis Buku “Demam Piala Dunia 2010”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar